This Is About The Beliefness
Once again, beliefness or maybe also known as a religion has very influenced as a term in relationship between man and woman. Though love stands upon them, but according to the tradition in some cultures, it is still haunting for sometimes. Yah, rasanya basi. Sekali lagi, basi banget kalo denger ada temen, sodara, orang lain atau bahkan diri sendiri tersandung di hubungan pribadinya hanya karena masalah agama dan kepercayaan. Padahal, sering banget digaungkan kalo kita tuh jangan pernah mempermasalahkan yang namanya SARA, yang berarti kita juga - sebaiknya- tidak menyoalkan tentang suku, agama, ras dan aliran kepercayaan. Tapi, yang namanya tradisi, dari jaman kuda gigit besi - kata Ndil- sampe kuda jadi bistik, untuk urusan yang satu itu... TETEUP ngga bisa ditolerir. Liberal sih liberal, tapi tetap pada batasannya. Itu tuh yang biasanya di wejangin ke kita2 yang udah mulai mbeling soal si SARA tadi. Yah...ada benarnya juga memang. But, if this all about love - ya, sekali lagi tentang LOVE-, what should we do? Rasanya kok ngga mutu banget kalo ada orang putus pacaran hanya karena beda agama or aliran kepercayaan. Trus orang batal nikah karena ternyata ngga 1 suku atau bertentangan soal suku dan kepercayaannya. Lha, waktu mereka saling kenal pada awalnya dulu itu, emang pada ngga nanyakah? Ai sempat sedih, shock dan miris waktu denger kalo my best friend ngga jadi nikah hanya karena beda agama itu tadi. Secara personal mereka cocok, completely each other. My friend agak2 childish tapi struggle, sedangkan pacarnya itu dewasa dan ngemong. That's all she needs, and they need each other! Love grew up in their hearts, they kept it carefully. Tapi ketika ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya, ternyata persoalan itu muncul. Yak! Masalah sensitif yang selalu jadi momok dan bom waktu bagi tiap pasangan yang BEDA tadi, tau2 nongol tanpa diundang. Untuk mengatasi, mungkin salah 1 harus ngalah, ikut masuk dan melebur ke kepercayaan, agama, dll. pasangannya. Tapi, apa semudah itu? Dan ketika masing2 tetap mempertahankan, kembali teror pertanyaan muncul. Bagaimana tanggapan orang2 sekitar? Orang tua, sodara, kerabat, teman2, belom lagi kalo dari petinggi2 agama sekitar kita ada yang tau soal ini. Gimana coba? Bingung kan?!?!?!
Pada hakekatnya, apa yang kita anut dari lahir itu adalah sepenuhnya hak kita. Orang lain boleh menyarankan yang terbaik, tapi bukan berarti boleh mengatur sepenuhnya. Sebab itu urusan pribadi kita dengan Sang Khalik. Ai sendiri juga bukanlah umat yang baik pada awalnya. Terbukti dengan ai pindah aliran hanya seperti pindah dari 1 PC ke PC yang lain! So easy, isn't it? Why? Hmm...Because God is only the one! There's no other God! Dan dalam konteks ini, kesulitan birokrasi mengurus kesepakatan antara 2 agama or aliran kepercayaan yang berbeda tapi 1 Tuhan yang sama masih menjadi A ONE REALLY BIG AND HUGH PROBLEM!
Yah mungkin 100 atau 1000 tahun lagi akan tercipta dan ada sebuah sentralisasi agama or aliran kepercayaan di dunia ini. Dimana orang ngga akan terbebani lagi soal beda agama or aliran kepercayaan karena cuma ada 1. Seperti yang Ndil pernah bilang di posting-nya dulu, kenapa di dunia ini ada banyak sekali agama or aliran kepercayaan? Tidak lain dan tidak bukan - mungkin- karena banyak orang pada ngga ada kerjaan dan terlalu mendedikasikan hidupnya pada Sang Khalik. Kalo emang dia umat yang taat dan setia, mestinya ngga usah bikin agama or aliran kepercayaan sendiri biar pada saingan dong! Hehehe... PS : Semoga my best friend diberi jalan keluar yang terbaik oleh Tuhan. Amin! Remember, something which different is unique and beautiful! Appreciate it!
|
0 Comments:
Post a Comment
<< Home